Sebuah Refleksi
Kritis
Oleh:
Sebedeus Mote
Siapa pun manusia
diciptakan oleh Tuhan dan dianugerahi akal budi, perasaan dan kehendak.
Berbanding terbalik dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Manusia memiliki
tanggungjawab untuk memelihara dan melestarikan segala sesuatu yang ada dibumi.
Adanya akal budi mempermudah manusia untuk mampu berpikir secara beraturan
sesuai tata aturan yang telah ada, kemudian menata sesuai dengan tata aturan
yang ada. Sehingga tuntutan untuk manusia mesti lebih tinggi dari pada seekor
anjing yang hanya menggunakan instingnya. Segala persoalan pun dapat
diselesaikan jika menjungjung tinggi akal. Ketika manusia sudah tidak
menggunakan akalnya, disitulah tingkat hidup menjadi terendah dalam hidupnya.
Awal mula sejak tanah
papua ini dijadikan oleh Sang Pencipta, bumi Papua Ia memberkati dengan seluruh
ciptaan yang ada. Semua orang asli Papua menyebut tanah papua ini, tanah yang
diberkati oleh Allah yang menciptakan tanah ini. Allah itu adalah Allahnya
Bangsa Papua. Tanpa sadar, seluruh orang Papua menyebut hal itu. Dia menjadi
sumber untuk memberikan ide kepada manusia yang ada di atas tanah ini supaya
memeroleh dan menikmati damai yang Ia berikan kepada setiap pribadi manusia
yang hidup di tanah ini. Allah mempunyai tujuan khusus mengapa Ia ciptakan
tanah ini, supaya manusia merawat dengan baik sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki oleh pribadi tersebut. Manusia yang datang dari berbagai kalangan
yakni masyarakat biasa, pegawai, kapitalis, wajib memelihara damai di atas
tanah yang diberkati oleh Allah bangsa Papua yang menciptakan tanah ini.
Nyatanya sistem
militerisme yang diterapkan oleh pemerintah telah merobohkan semua sendi-sendi
untuk mengais hidup damai. Masyarakat yang tadinya hidup damai mulai terkikis
dengan tembakan senjata. Burungpun enggan beterbangan secara liar. Akibatnya
manusia di Tanah Papua hidup dalam sebuah ancaman yang berat. Hidup saja sudah
menjadi beban. Tarik napas saja masih pikir-pikir. Banyak mata-mata di setiap
sudut jalan. Banyak orang mulai tanya-tanya ke sana kemari. Entahlah! Ini macam
kuis bayaran. Setiap daerah memiliki jumlah tentara yang banyak dengan pos
penjagaan yang ketat masyarakat Papua seakan menjaga musuh di perang dunia II.
Katanya mau jaga musuh yakni masyarakatnya sendiri. Aneh! Negara ada untuk
kesejahteraan rakyat atau menyengsarakan rakyat. Lalu ditelusuri bahwa semuanya
ini dilakukan untuk berlomba didunia yang bisnis hanya mementingkan kekuasaan,
menanamkan modal. Menanamkan modal untuk berjuang hidup karena ditempat asalnya
mengalami kekeringan, tidak mendapat hasil, tanahnya begitu-begitu saja datang
mencari harta yang terpendam dengan cara yang aneh yakni dengan cara kekerasan.
Di manakah letak kemanusiaanmu sebagai mahluk yang berakal budi?
Hidup damai di atas
tanah yang diberkati oleh Allah sendiri adalah kerinduan suku-suku di Papua.
Manusia Papua sangat merindukan untuk hidup damai yang dulunya sudah pernah
ada, yakni hidup yang harmonis sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah.
Tetapi ditengah hidup damai ini pula militerisme pemerintahan Indonesia berusaha
keras untuk kerja sama dan saling melindungi sesama pendatang antara pegawai,
mereka yang cari kerja lewat apa saja, kaum kapitalis berusaha menciptakan
konflik dan kekerasan lewat berbagai bidang. Letak manusia sebagai ciptaan
Allah kaum pendatang kurang menyadari, berusaha menarik suku-suku Papua dalam
lingkaran itu, dan sekarang dilindungi oleh militerisme Indonesia dengan cara
menciptakan konflik dan kekerasan di Tanah Papua Misalnya, kasus Nduga, tanggal
2 Desember 2018 yang menewaskan belasan orang. Akibatnya masyarakat mengalami
trauma. Bunyi tembakan, semburan api akibat pengeboman dalam usaha mencari
pelaku telah memberi suasana tidak nyaman. Seharusnya bunyi petasan, tetapi ini
beda, bunyi tembakan dan api. Perayaan Natal yang adalah perayaan sukacita
dalam setahun kini menjadi perayaan duka. Hal itu pun dirasakan diseluruh
pelosok Papua. Pelosok pedalaman Papua bahkan merusak tatanan hidup masyarakat
sipil Papua dengan cara membangun infrakstruktur di tengah hutan belantara (ini
salah-satu saja masih banyak lagi) yang kita sudah ketahui bersama diberbagai
lini kehidupan. Dengan cara ini pemerintahan Indonesia berhasil merebut tanah
Papua yang damai ini menjadi tanah yang konflik, tanah yang terlantar, tanah
yang penuh dengan kekerasan.
Di atas tanah damai
yang diberkati oleh Allah leluhur bangsa Papua, kerinduan yang diimpikan oleh
suku-suku Papua menjadi luntur. Mengapa? Karena pemerintahan menginjak-injak
manusia Papua yang adalah”gambar Allah”. Manusia dikatakan bermartabat karena
berasal dan diciptakan oleh Allah sendiri. Kalau seperti demikian apa artinya
manusia adalah gambar Allah secitra dengan Allah?. Militerisme Indonesia
sebenarnya anda diciptakan oleh siapa dan setelah ajal menjemput anda mau
kemana dan ke siapa?. Karena tidak menyadari akan hal ini dahulu, tanah Papua
yang damai kini berubah menjadi tanah yang konflik dan penuh dengan segalah
bentuk macam kekerasan.
Solusi selanjutnya
dari pihak militer Indonesia untuk memelihara konflik dan kekerasan serta tanah
Papua menjadikan tanah militerisme, rencananya untuk militer (mako brimob)
bangun di wamena dan angkatan laut di Biak. Saya mewakili seluruh rakyat West
Papua serta alam Papua menolak! Membangun tanah Papua sebagai tanah
militerisme, stop, stop dan stop. Militer dan TNI/POLRI yang ada sekarang saja
tidak bisa tangani seluruh persoalan, banyak persoalan yang masih belum
selesai, belum tuntas sampai saat ini, mengapa pemerintahan Indonesia mau
bangun pangkalan militer secara besar-besaran? Kalian mau lakukan ini semua
untuk menghancurkan tanah damai, tanah yang diberkati oleh Allah leluhur bangsa
papua. Suku-suku di Papua sejak tanah ini diciptakan sangat memaknai,
menghayati, akan betapa pentingnya kasih, membagi kebaikan dengan sesama
pokoknya mencintai kewajiban asasinya sebagai manusia yang bermartabat. Tetapi
pihak militeri/TNI/POLRI tidak menghargai manusia sebagai ciptaan Allah, malah
balik memburuh manusia Papua seakan-akan manusia Papua bukan ciptaan Allah
leluhur Papua, namun memburuh binatang yang hidup ditengah makanan apakah gemuk
atau tidak. Pihak militer TNI/POLRI mereka menganggap kita seperti demikian,
maka tidak heran kalau konflik dan kekerasan tidak berhenti diseluruh papua.
Di tengah hidup yang
damai dan tenang datang merusak tatanan hidup yang begitu indah seperti alam
yang indah menjadikan konflik yang indah, kekerasan yang indah seperti
sungai-sungai Papua yang mengalir tiada henti, pembunuhan selalu mengalir,
pemerkosaan mengalir, militer TNI/POLRI selalu datang menambah pasukan
menghancurkan hidup orang Papua selalu mengalir, cari lokasi yang kosong untuk
membangun perkantoran, perkebunan kelapa sawit, transmigrasi tiada henti
seperti sungai Papua yang mengalir. Dengan beribu program untuk menghancurkan
Papua tanah damai oleh pemerintahan Indonesia adalah semuanya konsep
militerisme. Dengan konsep militerisme ini membuahkan hasil untuk Papua tanah
damai, menjadi tetap tinggal dibawah kekerasan militerisme Indonesia. Suku-suku
Papua pada dasarnya itu mencintai perdamaian, dan untuk mewujudkan itu melalui keadilan
dan kebenaran. Dan manusia Papua itu melawan militerisme karena TNI/POLRI
melawan hidup damai itu sendiri. Tetapi biarlah damai itu berdiri kokoh diatas
dasar keadilan dan kebenaran yang pernah terukir sejak tanah papua diciptakan
dan sampai kapanpun tanah papua ada bersama ditengah manusia yang datang
mencarinya.
Penulis adalah
Mahasiswa STFT Fajar Timur Abepura Jayapura-West Papua
Tags:
Opini