SELAMAT DATANG DI YITITAI NEWS
YITITAI NEWS

MELIHAT KEMULIAAN ALLAH DALAM "PAGAR HIDUP" PAPUA


Oleh: Frater Sebedeus Mote Pr

Papua ibarat sebuah taman hidup, yang berada didalam pagar hidup, yang dipagari oleh Allah sendiri dengan mencipta dan melindungi anak-anak-Nya, yakni manusia Papua di Tanah Papua. Di dalam pagar hidup tersebut, tumbuh berbagai bentuk dan jenis ciptaan yang hidup secara harmoni. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, Dia memberikan kepada alam semesta keberadaan dan kebaikan dan hikmat-Nya dengan maksud menunjukan kemuliaan-Nya. Ini adalah untuk pertama kalinya Allah memberi dari diri-Nya kepada sesuatu yang berada diluar diri-Nya, dan itu sungguh mulia. Di dalam kitab (Mazmur 19:2) dengan jelas mengatakan, “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya”. Seluruh ciptaan Allah di dunia, terutama di Papua amat sangat luar biasa, karena diberikan kepada manusia Papua agar hidup dan bertumbuh bersama-sama. Maka dari itu, manusia bersama alam Papua bertumbuh dan hidup dalam kesatuan ciptaan.

Sejak manusia dan tanah Papua diciptakan oleh Sang Pencipta, seluruh ciptaan yang ada di tanah ini merupakan perhiasan sakral yang bersifat abadi dan kekal yang patut dihormati. Perhiasan sakral berada dan mengelilingi kehidupan manusia Papua, supaya memiliki rasa ketertarikan sekaligus menemukan jati diri, identitas diri, yang ada didalamnya. Dengan demikian, Manusia Papua memuliakan Allah Pencipta Tanah Papua dan melalui itu pula manusia Papua memasuki dan memupuk keselamatan kekal.

Bertumbuh bersama pagar hidup berarti bertumbuh bersama Allah. Di dalam Allah, manusia menemukan pagar hidup yang Ia sembunyikan bersama manusia Papua. Berbagai manusia yang datang dari tempat lain juga mau menikmati berbagai bentuk dan jenis SDA (Sumber Daya Alam) yang menjadi sakral bagi manusia Papua. Oleh karenanya, manusia Papua mempertahankan dan mampu memperoleh keselamatan kekal. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah berdamai dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan alam Papua di dalam pagar hidup Papua. Dengan kata lain, mawas diri, bertobat, memperbaiki relasi yang retak akibat dosa mulai dari keluarga, marga, dan masuk kedalam suku masing-masing, yang ada di Papua. Kalau kita tidak melakukan hal ini, alam Papua tetap membiarkan kita dan orang pendatang terus bertambah di Papua untuk menguasai pagar hidup. Tanah Papua sudah dipagari oleh Allah dan yang boleh hidup adalah manusia yang berada didalamnya. Selain manusia yang ada didalam tidak boleh masuk sembarang kecuali mereka mengijinkan masuk. Tetapi orang pendatang dari berbagai daerah masuk ke Papua secara sembarang dan illegal untuk menghabiskan semua ciptaan yang ada dalam pagar hidup Papua. Akibatnya, hubungan kita dengan seluruh alam ciptaan-Nya yang ada sudah retak. Saudara/i yang datang dari luar Papua, merasa nyaman dengan kita, suka dengan kita, mencintai kita. Tetapi sebenarnya mereka mencari keselamatan, kekayaan, dan kenyamanan. Mengapa demikian? Karena orang atau manusia yang memasuki pagar hidup Papua, dengan sendirinya ia hidup dan mencari kemuliaan Allah bersama manusia Papua. Tetapi, dalam hal ini, yang menjadi persoalan ialah non Papua yang datang ini masih belum puas dengan apa yang sudah ada pada mereka, melainkan ingin mencari yang lebih demi kepuasan jasmani semata. Hasil dari ketidakpuasan hanya merusak alam ciptaan Allah yang ada di Papua. Oleh karenanya, Allah menuntut kita untuk hidup dengan apa yang ada pada kita, bukan mencari hidup yang lebih, sebab selebihnya berasal dari iblis.

Allah menuntut kita tidak mencari yang lebih. Orang yang mencari lebih merupakan manusia yang rakus dan sedang dirasuki oleh iblis (roh jahat). Tidak perlu merasa heran dengan adanya korban nyawa akibat pemanfaatan SDA, seperti korban rumah, korban alam. Jika kita terhasut dalam bujukan ini, maka kita pun terperangkap dalam jebakan iblis, yang selalu mencari dan menguasai. Manusia hendaknya mampu mencari hidup terlebih dahulu dengan menyenangkan hati Tuhan, sebelum menyenangkan hati sesama manusia dengan mencari popularitas, reputasi, dan sebagainya. Karena, jika demikian, maka kita juga termasuk pada golongan manusia yang mencari lebih dan menyetujui kehendak iblis (si jahat), serta kehendak melawan Allah. Allah ingin kita berbagi dengan apa yang ada pada kita, bukan mencari hal-hal yang lebih. Manusia Papua pada dasarnya memiliki hati yang penuh belas kasih, tetapi pengaruh budaya luar yang sangat kental, sehingga manusia Papua mulai mencari dengan mencelakakan dan merugikan manusia lain. Tetapi orang Papua yang asli sangat mencintai dan memahami betapa pentingnya semua ciptaan Allah yang ada dalam pagar hidup Papua. Mengapa? Karena semua ciptaan diciptakan demi, lebih besarnya, kemuliaan Allah. (Didalam buku katekismus Gereja Katolik halaman 80) mengatakan, “Dunia Diciptakan demi Kemuliaan Allah” mengapa ditulis seperti demikian? Karena kemuliaan Allah adalah ciptaan yang hidup, tetapi kehidupan manusia adalah memandang Allah. Apa bila wahyu Allah melalui ciptaan sudah sanggup memberi kehidupan kepada semua orang yang hidup, maka betapa lebih lagi pernyataan Bapa melalui Sabda harus memberikan kehidupan kepada mereka yang memandang Allah (Irenius, haer. 4, 20, 7). Tujuan akhir ciptaan adalah bahwa Allah pencipta akhirnya menjadi semua di dalam semua dengan mengerjakan Kemuliaan-Nya sekaligus kebahagian kita (Ajaran Gereja 2).

Bentukan mentalitas modern yang kurang ialah merampas hak orang lain seperti, kehidupan, kedamaian, dan kesempatan orang lain. Yang mana melalui eksistensi, seharusnya manusia dapat melihat kemuliaan Allah dalam ciptaan. Tetapi pembunuh manusia sedang membunuh, membunuh moral, merusak pagar Allah. Manusia Papua yang hidup pun sedang berada dalam penderitaan jiwa, akibat korban kemanusiaan yang mengerikan di Papua. Simaklah secercah kisah taman eden yang disebut sebagai taman hidup.

Kisah Taman Eden:

Taman eden ini diambil dari kisah penciptaan dalam kitab suci orang Kristen/Alkitab (Kejadian 2: 8-24). Dalam ayat 2: 8 “Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu”.Manusia pertama yang diciptakanNya bernama Adam(laki-laki) dan Hawa (perempuan). Mereka tinggal bersama di Taman itu dengan penuh kebahagiaan. Dalam taman itu telah tersedia berbagai jenis ciptaan Allah. Semua jenis ciptaan itu dapat dipakai oleh mereka kecuali pohon pengetahuan yang baik dan jahat (bdk kej 2:9).

Dalam taman itu pula terdapat sungai-sungai yang membasahi taman itu (Bdk Kej 2:10). Sungai-sungai itu bernama Pison, Gihon, Tigris dan Efrat. Keempat sungai ini memberi kesuburan untuk segalah macam tanaman yang ada. Tetapi juga senantiasa menghapus rasa dahaga bagi manusia pertama dan hewan-hewan. Allah dengan kuasa-Nya memberikan tanggungjawab kepada manusia pertama untuk berusaha merawat dan memelihara segala macam ciptaan yang ada (Bdk Kej 2:15). Usaha ini dilakukan agar ciptaan-Nya terus ada dan manusia dengan akal budinya mampu mengolah dan menikmatinya. Sebelum diolah oleh manusia, Allah juga memberikan perintah-Nya kepada manusia yakni”semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas(Bdk Kej 2:16), tujuannya adalah memeroleh keselamatan. Tetapi Allah berfirman lagi kepadanya “pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati. Maksud dari perkataan ini adalah Allah-Lah yang menentukan dan menyediakan apa yang baik dan buruk. Allah adalah pribadi yang memiliki pengetahuan tentang apa yang baik dan jahat tetapi kemudian pohon itu memberikan sebuah pilihan akankah manusia mempercayai ketentuan apa yang baik dan buruk ataukah mereka mengambil kesempatan untuk menetukan baik dan yang jahat. Mereka menjadi sangat buruk dalam menentukan apa yang baik dan jahat tanpa Allah,”(Bdk Kej 2:17). Sesudah Allah mengamanatkan kepada mereka tentang yang baik dan buruk ini Allah mengambil tanah dari taman itu dan membentuk segalah macam kebutuhan untuk menghiasi hidup seluruh dalam taman itu yakni binatang hutan dan segala burung di udara. Semua itu dibawah-Nyalah kepada manusia yang Ia ciptakan itu dan kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, supaya bisa berkembang dan hidup (Bdk Kej 2:19).

Kalau kita kembali memaknai dan membuka seluruh album penderitaan manusia Papua, hidup di mana pun, kapan pun dan siapa pun memang tidak pernah absent (alpa) dari derita, kematian di mana-mana. Misalnya 19 Februari 2019 di Kota Jayapura, salah seorang aktivis HAM atau masyarakat Papua mati ditabrak tepat pada saat matahari terbit di ufuk timur. Begitu pun seterusnya, besok mungkin terjadi di kabupaten lain dan di seluruh Papua. Mengapa ini terjadi? Karena golongan rakus lebih mencintai harga mati, bukan harga hidup manusia yang tinggal dan hidup di dalam pagar hidup milik Allah. Hematnya, kaum penguasa (bermodal) yang mencari golongan, jabatan, uang, dll. Cara ini sebenarnya merusak dan menghancurkan masyarakat di tengah pagar hidup yang dipagari oleh Allah leluhur bangsa Papua. Dahulu kehidupan manusia Papua yang ada itu belas kasih, damai, selalu memperjuangkan kebenaran, dan menjunjung tinggi harga hidup (harga diri) manusia Papua, sudah ada bersama manusia Papua yang diikrarkan oleh Allah leluhur yang menciptakan tanah ini. Namun, pada zaman ini golongan yang mencari lebih, berusaha untuk menghancurkan SDA Papua. Dengan tidak memikirkan masa depan pagar hidup dan manusia Papua.

Entah apa dan bagaimana?

Permainanmu adalah permainanmu dan permainan kami adalah permainan kami. Maka itu, permainan kami adalah membagikan harta damai, harta kebenaran dan harta kasih yang ada dalam pagar hidup kami. Kita yang tinggal dan hidup di Tanah Papua ini harus terus menyuarakan hak hidup. Jika kita dengan sungguh-sungguh memuliakan Tuhan bukan Iblis, maka iblis tidak akan dimuliakan oleh manusia lagi. Perbuatan yang mencelakakan manusia berarti, hanya akan merusak pagar hidup manusia Papua, yang dibuat oleh Allah, dan manusia Papua akan semakin menjauh dari kemuliaan Allah yang sesungguhnya.

Maka kita sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah leluhur bangsa Papua, seharusnya sadar dan harus merehab kembali pagar hidup yang Allah berikan secara “cuma-cuma’ kepada kita. Saya berharap untuk seluruh suku-suku Papua mohon kalau ada kesalahan pribadi, kepada sesama, dan terlebih khusus kepada seluruh alam ciptaan yang ada dalam pagar hidup Papua mohon buat perdamain, yakni untuk merehap kembali seluruh persoalan yang rusak akibat dosa kita. Mengapa kita merehab kembali? Karena kita se-citra dengan Allah, bukan iblis yang suka mencari kekayaan dengan penuh tipu daya. Kita tidak perlu percaya dengan hal-hal yang merusak pagar hidup kita, tetapi hendaknya kita terus-menerus mengungkapkan Iman kita dengan aksi yang nyata dalam hidup keseharian kita. Setiap kita yang menyadari dan memandang-Nya, kita semakin bersukacita bersama Dia yang menciptakan tanah ini sebagai ciptaan itu sendiri. Sebagaimana yang dikatakan pula oleh John Owen dalam bukunya yang berjudul The Glory of Christ, “Disinilah aku hidup; disinilah aku akan mati; disinilah aku menetap dalam pemikiran dan afeksiku, pada memudarnya dan berlalunya segalah keindahan untuk mencari keindahan dunia ini yang dilukiskan, sampai disalibkannya segalah sesuatu disini dibawah ini, sampai semuanya itu bagiku adalah benda matidan rusak, yang sama sekali tidak layak dipeluk dengan penuh kasih sayang”. Kita sudah mengetahui bahwa didalam pagar hidup Allah, kita juga akan dipenuhi dengan sukacita yang tiada henti-hentinya, yang bersifat kekal dan abadi. Pertanyaan untuk kita renungkan bersama, apakah sumber dari sukacita itu? Tidak lain bahwa, tentu untuk melihat seluruh kemuliaan Allah yang ada dalam pagar hidup kita bersama demi jaminan keselamatan bagi semua manusia yang ada disini dan disana, dengan kerendahan hati kita pantas untuk mengagumi-Nya sebagai Pencipta pagar hidup.

Dengan demikian, kita sudah mengetahuibahwa, ternyata ada negeri yang dipagari oleh Allah sendiri, yakni bumi Papua ini (Bumi Cendrawasih). Mulai hari ini, kita harus kembali merehab pagarhidup kita, dengan kembali menemukan hidup di dalam Allah Bangsa Papua agar hidup kita sebagai manusia Papua terutama dapat menuju dan memiliki kehendak bebasdalam pagar hidup. Sebab, Dia sudah memampukan kita untuk melihat damai dan kasih Allah yang hidup bersama manusia papua dan seluruh alam ciptaan yang menghiasi pagar hidup Allah. Sekali lagi tanah ini masih hidup dan ada, kita mesti kerja dengan jujur Demi lebih Besarnya Kemuliaan Allah(Ad Maiorem Dei Gloriam) dan demi untuk menentukan nasib kita yakni untuk memeroleh kemerdekaan sungguhnya yang merata di bumi West Papua.

Penulis adalah mahasiswa STF Fajar Timur Abepura, Jayapura,Papua.

Post a Comment

Previous Post Next Post
TERIMAH KASIH SUDAH MENGUNJUNGI DI YITITAI-NEWS